Tuesday, 12 November 2013

Sejarah Lampu Riting atau Lampu Sein



Pada abad ke-18, kendaraan beroda masih berbentuk gerobak biasa dengan tempat duduk yang ditarik oleh kuda. Tapi menjelang peralihan abad ke-18, fungsi kuda sebagai penarik kendaraan mulai digantikan oleh tenaga uap dan bahan bakar lainnya. Adalah Nicholas Cugnot, orang inggris yang berhasil memperkenalkan temuannya berupa kendaraan yang dapat berjalan tanpa kuda, yaitu dengan bahan bakar uap. Walaupun bentuknya masih standar, tapi kendaraan buatan Cugnot inilah yang kemudian menginspirasi para ahli untuk dapat menciptakan kendaraan-kendaraan yang lebih canggih, seperti Henry Ford dan Gottlieb Daimler.
 
 
Henry Ford dan Gottlieb Daimler berhasil menciptakan kendaraan yang disertai mesin penggerak dan mobil dengan bahan bakar bensin. Seiring penemuan-penemuan tersebut, tren penggunaan mobil pun makin merajalela. Pada awalnya hanya kalangan kaya dan kaum bangsawan yang bisa membeli kendaraan jenis ini. Tapi lama-kelamaan harga mobil ini makin turun dikarenakan produsen mobil yang makin banyak.

  
Hal ini di satu sisi menguntungkan banyak pihak karena sarana transportasi menjadi lebih maju dan lebih cepat. Tapi di satu sisi, jumlah mobil yang makin banyak juga menimbulkan permasalahan tersendiri, yaitu kecelakaan. Sebelum diciptakannya kendaraan bermesin seperti mobil, kendaraan yang ada hanya sebatas sepeda dan gerobak kuda, sehingga jika terjadi kecelakaan, tidak ada korban jiwa. Paling hanya memar biasa (maklum saja, kecepatan sepeda dan gerobak kuda saat itu tak lebih dari 20 km per jam). Tapi lain halnya dengan mobil bertenaga bensin yang bisa melaju sampai kecepatan 50 km per jam. Maka kemudian bisa ditebak apa yang terjadi, yaitu banyak nyawa yang melayang karena kecelakaan.

 


Dan sebagian besar kecelakaan yang terjadi adalah tabrakan di tikungan. Hal ini dikarenakan belum adanya alat yang bisa menandakan bahwa mobil tersebut akan belok kanan, belok kiri, ataupun lurus. Para pengendara hanya mengandalkan teriakan mereka untuk memberi tahu pada pengguna jalan lain bahwa mereka akan berbelok. Tapi itu tidak efektif, karena kesadaran para pengendara yang masih rendah dan tak mau capek-capek berteriak untuk memberitahukan pada pengguna jalan lainnya.

 

Oleh karena itu, kemudian diciptakan alat pemberi tanda bahwa kendaraan akan berbelok, yaitu sebuah lonceng atau peluit uap. Sekitar tahun 1920-an, pabrik-pabrik kendaraan di Jerman mulai memasang lonceng dan peluit di kendaraan produksi mereka. Lonceng ini berfungsi sebagai tanda bahwa mobil akan belok. Cara kerja lonceng atau peluit ini sangat sederhana, yaitu jika lonceng berbunyi sekali, berarti mobil akan belok ke kanan, jika berbunyi dua kali, maka kendaraan berarti akan belok kiri, jika tak ada bunyi lonceng, berarti kendaraan tidak belok (lurus). Sehingga para pengemudi tak perlu capek2 berteriak, mereka cukup menarik tali yang akan terhubung ke lonceng indikator itu tadi.

 
Ford Model T Tapi, ternyata penggunaan lonceng indikator inipun tak efektif. Hal ini dikarenakan jika aktivitas lalu lintas ramai, maka bunyi lonceng yang bersahut-sahutan justru akan membingungkan para pengguna jalan. Maka perlu dicari alat indikator lain yang lebih baik dan efektif.

Dan akhirnya pada tahun 1930 , atas saran seorang penduduk lokal Inggris, maka dibuatlah sebuah alat indikator yang berupa lampu tambahan yang dipasang persis di samping lampu penerangan utama. Indikator ini ternyata sangat efektif dan lebih mudah digunakan. Pengendara cukup menekan tombol kontak yang tersambung dengan lampu indikator. Lampu yang kemudian lebih dikenal dengan light sein ini (orang Indonesia lebih mengenalnya sebagai lampu riting) kemudian menjadi standar baru pembuatan kendaraan bermotor di seluruh dunia.
 
 
 
 

Thursday, 31 October 2013

Tips berkendara yang baik

AGAKNYA, ada motivasi laten pada setiap pengendara, khususnya di kota saya, dalam hal pemakaian alat-alat pengaman. Helm dan sabuk pengaman, misalnya. Setiap akan keluar rumah, mayoritas pengendara akan menggunakan helmnya terlebih dahulu sebelum menunggang motor atau mengeratkan sabuk pengaman sebelum menyetir.
Apa motivasi latennya?
Mungkin karena proses pengondisian, para pengendara ini takut akan razia polisi yang sering tiba-tiba ada di persimpangan lampu merah. Jika sedang apes, lupa memakai helm atau sabuk pengaman akan memancing mata tajam para polisi lalu lintas itu untuk menghentikan kendaraan. Naasnya kalau lupa pula membawa SIM dan/atau STNK. Prosesnya akan panjang. Ujung-ujungnya, kalau ingin repot, Anda akan dipersilakan memproses perkara di pengadilan. Tapi kalau Anda menyayangkan waktu Anda yang berharga hanya untuk mengurus perkara di pengadilan, tenang saja. Ada jalan lain. Selipkan selembar atau beberapa lembar rupiah untuk menghentikan kasus penilangan itu agar tak sampai ke pengadilan. Diselipkan kemana? Ya ke tangan polisi yang menilang. :D
Kenapa? Risih karena sogok menyogok?
Zaman sekarang, tak usah munafik, katanya. Orang-orang yang berteriak lantang melawan korupsi, kolusi dan nepotisme, bisa jadi adalah pelaku KKN harian yang sadar tak sadar sudah melakukan tindakan serupa, meski dalam skala kecil-kecilan. Ya korupsi waktu saat jam kerja, menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi, juga termasuk sogok menyogok tadi. Saya pun juga begitu kok.
Bangga? Bukan. Malu sebenarnya. Tapi ya, mau bagaimana lagi. Berkaitan dengan tilang menilang ini, saya ikut-ikutan arus massa. Menyelesaikannya dengan jalan cepat, mudah, aman dan saling menguntungkan.
Beberapa kali saya pernah kena tilang polisi. Malu dan malas bercampur jadi satu. Malu karena dilihat banyak orang sedang ditilang, dianggap pengendara bandel yang tak mematuhi aturan. Malas karena harus berurusan dengan polisi, yang ujung-ujungnya pasti duit. Tapi sungguh, saya bukan pengendara bandel. Saya ditilang gara-gara lupa membawa SIM/STNK, tak tahu kalau belok ke kanan itu tak boleh, atau tak sengaja tetap melaju saat lampu merah. Selebihnya, saya melanggar rambu-rambu lalu lintas yang untungnya tak diketahui polisi. :D
Untuk memudahkan perkara, harga yang mesti saya keluarkan cukup variatif. Antara sepuluh hingga lima puluh ribu rupiah. Yang terakhir adalah jumlah yang besar. Maka timbul anekdot. Daripada menyumbang pada polisi, lebih baik menyumbang pada fakir miskin.
Akibat punishment itu cukup efektif. Buktinya, semakin banyak pengendara yang sadar aturan saat berlalu lintas, khususnya saya. Motivasinya jelas. Ya daripada menyumbang pada polisi, lebih baik sejak dari rumah sudah mematuhi aturan. Kenakan helm atau sabuk pengaman. Jangan lupa SIM dan STNK. Niscaya perjalanan akan aman dan nyaman tanpa khawatir di-prit.
Akhirnya pemikiran (sebagian) masyarakat dikondisikan seperti itu. Hasilnya, efektif sebagai hukuman agar jera dari tindakan melanggar rambu-rambu lalu lintas, setidaknya bagi saya pribadi. Setiap berkendara, sejak dari rumah saya sudah kenakan sabuk pengaman sampai ke tujuan. Motivasinya pun tak lagi soal razia. Penggunaan sabuk pengaman memang diniatkan untuk keselamatan pribadi dan penumpang. Lampu merah dan rambu-rambu lalu lintas dipatuhi sebisanya. Karena kalau dipikir-pikir, akan konyol juga kalau harus bernasib naas karena kecelakaan akibat lalai dalam mengindahkan aturan. Bukankah sudah sangat banyak kejadian kecelakaan lalu lintas akibat menerobos lampu merah atau menjalankan kendaraan sesukanya?
Kesabaran dalam berkendara dan berlalu lintas adalah hal utama. Sabar menanti lampu merah berganti hijau, sabar untuk tidak mendahului kendaraan apabila keadaannya tidak memungkinkan, sabar untuk mengantre bila lampu lalu lintas sedang mati, dan sabar untuk mematuhi segala aturan, sesungguhnya memberikan dampak yang baik bagi diri kita pribadi. Kita terlatih untuk berdisiplin dan tidak sembrono dalam menggunakan jalan raya sebagai fasilitas umum. Jalan raya adalah milik seluruh warga, yang setiap penggunanya seyogyanya sadar akan hak dan kewajibannya.
Coba bayangkan. Sungguh kasihan kalau akan ada korban akibat kelalaian kita. Ada masa depan menanti bagi setiap pengguna jalan. Tak elok rasanya jika karena keegoisan kita pribadi yang ingin serba cepat sampai di tujuan, ada hidup orang lain yang dibayang-bayangi kematian, yang sebenarnya bisa kita hindari.
Cukuplah kasus Afriyani Susanti, Rasyid Amrullah Radjasa, dan para pengendara teledor lainnya sebagai cermin agar senantiasa berhati-hati di jalan raya. Dari dua kasus menghebohkan itu saja sudah didapat banyak pelajaran, yang selanjutnya dapat disarikan dalam 10 tips berkendara yang ideal, aman dan nyaman berikut ini:
1.      Pastikan Anda sedang dalam kondisi sadar dan fit untuk berkendara. Dalam arti, sebelumnya tidak mengonsumsi minuman beralkohol maupun obat-obatan yang bisa membuat mabuk atau mengantuk.
2.      Pastikan kondisi kendaraan Anda baik, dalam arti memenuhi standar untuk berkendara. Periksa lampu sein, kondisi rem, kopling, gas, persneling, klakson, dan lampu terutama saat berkendara pada malam hari.
3.      Patuhi aturan mulai dari penggunaan alat-alat keselamatan; helm dan sabuk pengaman. Juga tak lupa membawa kartu identitas seperti KTP, SIM dan STNK.
4.      Berpikirlah untuk senantiasa berhati-hati dan menjaga diri serta penumpang yang ikut bersama Anda dengan mematuhi setiap aturan berlalu lintas; lampu merah, bunyi pengumuman saat melintas rel kereta api, sampai rambu-rambu tanda dilarang parkir, stop, memutar, dan sebagainya. Ingatlah, ini demi keselamatan Anda sendiri. Nyawa Anda terlalu berharga untuk disia-siakan.
5.      Perhatikan selalu jarak kendaraan Anda dengan kendaraan di depan dan sekitar Anda.  Lajukan kendaraan dengan kecepatan yang sesuai dengan kondisi jalan. Tidak terlalu pelan dan juga tidak kebut-kebutan.
6.      Hormati sesama pengguna jalan raya, mulai dari pengendara lain sampai pejalan kaki. Beri ruang dan kesempatan untuk mereka yang akan memutar arah atau menyeberang. Hal itu tidak akan membutuhkan waktu lama, apalagi menyita waktu Anda. Juga, gunakan klakson seperlunya agar tidak mengganggu kenyamanan sesama pengguna jalan. Ingat, kesabaran dalam berdisiplin berlalu lintas sangat diutamakan. Jika tak ingin terlambat sampai tujuan, sebaiknya Anda sudah mengatur waktu sejak dari rumah.
7.      Sebisa mungkin tidak menggunakan handphone/gadget saat berkendara karena dapat mengganggu konsentrasi. Apabila terpaksa, Anda sebaiknya menepi dan menghentikan kendaraan.
8.      Setel volume audio mobil dalam intensitas sedang dan tidak sampai terlalu kencang dan memekakkan telinga. Jika tidak, hal ini dapat membahayakan karena Anda kemungkinan tidak akan mendengar suara dan klakson kendaraan lain atau bunyi tanda peringatan di lintasan kereta api.
9.      Memfokuskan pikiran ke jalanan. Tidak melakukan sesuatu yang membahayakan sambil berkendara, seperti mengambil barang yang jatuh di lantai atau menengok ke arah selain jalan sambil menyetir.
10.  Sebelum berkendara, berdoalah memohon perlindungan Tuhan selama berada di jalan raya.
Demikianlah sekelumit pengalaman dan sepuluh tips berkendara yang ideal, aman dan nyaman dari saya. Semoga bermanfaat.

sumber

Sunday, 20 January 2013

Salam Kenal

HALLO Selamat datang di Kursus Mengemudi Sawojajar
untuk informasi lebih lanjut silakan hubungi
Sawojajar
Jl Sawojajar No 23 Bogor
Telp 0251-8323303 / 085782000829